Hukum Mencium dan Bermesraan dengan Istri Saat Puasa
http://liputan-69.blogspot.com/2015/06/hukum-mencium-dan-bermesraan-dengan.html
Islam menekankan agar setiap pasangan suami-istri dapat menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga dalam ikatan cinta dan kasih sayang yang abadi. Secara natural sepasang suami-istri yang saling menyayangi cenderung ingin saling berciuman. Hal ini terlihat pada momen-momen berangkat kerja, pulang kerja, dan sebagainya.
Saat berpuasa, tidak ada larangan bagi seorang suami untuk mencium istrinya selama terhindar dari hal yang terlarang. Dalam hal ini An Nawawi rahimahullah mengatakan: "Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani."
Dalil-dalil berikut menunjukkan bolehnya mencium istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu anhum.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata: "Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya."
Dari Jabir bin Abdillah, dari Umar Bin Al Khattab, beliau berkata: "Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan aku berkata, "Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa." Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?" Aku menjawab, "Seperti itu tidak mengapa." Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Lalu apa masalahnya?"
Masyruq pernah bertanya pada Aisyah, "Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika puasa?" Aisyah menjawab, "Segala sesuatu selain jima' (bersetubuh)."
Al Qodhi mengatakan, "Sekelompok sahabat, tabiin, Ahmad, Ishaq dan Daud membolehkan secara mutlak bagi orang yang berpuasa untuk berciuman dengan istrinya. Adapun Imam Malik memakruhkan hal ini secara mutlak. Sementara itu, Ibnu Abbas, Imam Abu Hanifah, Ats Tsauriy, Al Auzai dan Imam Asy Syafii melarang hal ini bagi pasangan muda dan dibolehkan bagi yang sudah berusia senja. Pendapat terakhir ini juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Malik. Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik rahimahullah tentang bolehnya hal ini ketika melakukan puasa sunnah dan tidak dibolehkan ketika melakukan puasa wajib. Namun, pada dasarnya para ulama tersebut bersepakat bahwa melakukan semacam itu tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu.
Berdasarkan uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa mencium istri tidaklah membatalkan puasa, namun seyogyanya kita berhati-hati. Mencium istri saat berangkat kerja atau saat pulang kerja tentu bisa kita lakukan secara natural sebagai ekspresi rasa cinta dan kasih-sayang. Namun, dalam situasi tertentu, sementara kita sedang merasakan adanya dorongan syahwat yang sulit ditahan, maka tidak mencumbu istri merupakan tindakan yang bijaksana.
wallahu 'alam.
Saat berpuasa, tidak ada larangan bagi seorang suami untuk mencium istrinya selama terhindar dari hal yang terlarang. Dalam hal ini An Nawawi rahimahullah mengatakan: "Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani."
Dalil-dalil berikut menunjukkan bolehnya mencium istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu anhum.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata: "Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya."
Dari Jabir bin Abdillah, dari Umar Bin Al Khattab, beliau berkata: "Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan aku berkata, "Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa." Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?" Aku menjawab, "Seperti itu tidak mengapa." Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Lalu apa masalahnya?"
Masyruq pernah bertanya pada Aisyah, "Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika puasa?" Aisyah menjawab, "Segala sesuatu selain jima' (bersetubuh)."
Al Qodhi mengatakan, "Sekelompok sahabat, tabiin, Ahmad, Ishaq dan Daud membolehkan secara mutlak bagi orang yang berpuasa untuk berciuman dengan istrinya. Adapun Imam Malik memakruhkan hal ini secara mutlak. Sementara itu, Ibnu Abbas, Imam Abu Hanifah, Ats Tsauriy, Al Auzai dan Imam Asy Syafii melarang hal ini bagi pasangan muda dan dibolehkan bagi yang sudah berusia senja. Pendapat terakhir ini juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Malik. Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik rahimahullah tentang bolehnya hal ini ketika melakukan puasa sunnah dan tidak dibolehkan ketika melakukan puasa wajib. Namun, pada dasarnya para ulama tersebut bersepakat bahwa melakukan semacam itu tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu.
Berdasarkan uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa mencium istri tidaklah membatalkan puasa, namun seyogyanya kita berhati-hati. Mencium istri saat berangkat kerja atau saat pulang kerja tentu bisa kita lakukan secara natural sebagai ekspresi rasa cinta dan kasih-sayang. Namun, dalam situasi tertentu, sementara kita sedang merasakan adanya dorongan syahwat yang sulit ditahan, maka tidak mencumbu istri merupakan tindakan yang bijaksana.
wallahu 'alam.