Rizal Ramli: "ada provider pulsa listrik setengah mafia, beli 100rb isinya 73rb"
http://liputan-69.blogspot.com/2015/09/rizal-ramli-ada-provider-pulsa-listrik.html
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik. Sebab, kata Rizal, masyarakat pelanggan pulsa listrik atau prabayar seringkali mendapat pulsa listrik jauh lebih rendah dari nominal yang dibeli.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000 ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal saat konferensi pers, di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Menurut dia, keuntungan yang diraup provider pulsa listrik sangat besar. Rizal pun membandingkan dengan pulsa telepon seluler. Pertama, tidak seperti pulsa listrik, pulsa telepon dapat dibeli dengan mudah di mana pun.
"Kedua, kita beli pulsa isi Rp 100.000, kita hanya bayar Rp 95.000. Karena itu kan uang muka. Provider bisa taruh uang mukanya di bank, dan dapat bunga," ujar Rizal.
Selain soal mahalnya biaya administrasi untuk pulsa listrik, Rizal juga menyoroti kebijakan pulsa listrik itu sendiri. Menurut Rizal hal tersebut disebabkan adanya monopoli di tubuh PLN.
"Di zaman dulu sampai sekarang, masyarakat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang main monopoli di PLN di masa lalu," kata Rizal.
"Itu kejam sekali, karena ada keluarga yang anaknya masih belajar jam delapan malam, pulsanya habis. Padahal tidak semudah nyari pulsa telepon. Nyarinya susah," ujar dia.
Atas dasar itu, dia pun meminta dua hal pada Sofyan Basyir. Pertama, PLN harus menyediakan masyarakat pilihan listrik meteran atau pulsa listrik. Kedua, biaya maksimal administrasi pulsa listrik Rp 5.000, sesuai dengan kesanggupan PLN. "Menurut saya mohon segera dilakukan dua keputusan tadi," kata dia pada Sofyan Basyir.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000 ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal saat konferensi pers, di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Menurut dia, keuntungan yang diraup provider pulsa listrik sangat besar. Rizal pun membandingkan dengan pulsa telepon seluler. Pertama, tidak seperti pulsa listrik, pulsa telepon dapat dibeli dengan mudah di mana pun.
"Kedua, kita beli pulsa isi Rp 100.000, kita hanya bayar Rp 95.000. Karena itu kan uang muka. Provider bisa taruh uang mukanya di bank, dan dapat bunga," ujar Rizal.
Selain soal mahalnya biaya administrasi untuk pulsa listrik, Rizal juga menyoroti kebijakan pulsa listrik itu sendiri. Menurut Rizal hal tersebut disebabkan adanya monopoli di tubuh PLN.
"Di zaman dulu sampai sekarang, masyarakat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang main monopoli di PLN di masa lalu," kata Rizal.
"Itu kejam sekali, karena ada keluarga yang anaknya masih belajar jam delapan malam, pulsanya habis. Padahal tidak semudah nyari pulsa telepon. Nyarinya susah," ujar dia.
Atas dasar itu, dia pun meminta dua hal pada Sofyan Basyir. Pertama, PLN harus menyediakan masyarakat pilihan listrik meteran atau pulsa listrik. Kedua, biaya maksimal administrasi pulsa listrik Rp 5.000, sesuai dengan kesanggupan PLN. "Menurut saya mohon segera dilakukan dua keputusan tadi," kata dia pada Sofyan Basyir.