Ayahnya Seorang Buruh Batu Bata, Bripda Putri Tanti Rahayu Bisa Jadi Polwan
https://liputan-69.blogspot.com/2016/04/ayahnya-seorang-buruh-batu-bata-bripda.html
Semangat hidup yang pantang menyerah membuat kehidupan seorang polisi wanita (Polwan) bernama Putri Tanti Rahayu (20), patut dijadikan teladan. Polwan berpangkat Bripda ini, menjadi cermin bahwa siapapun bisa meraih cita-cita meskipun kehidupan orang tuanya bukan dari kalangan yang memiliki materi berlimpah.

Siang itu, terik matahari menyengat tubuh sejumlah polisi yang bertandang ke sebuah rumah berdinding gedek (anyaman bambu) dan masih berlantai tanah di Dusun Dilem RT 12 RW 3, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Rumah sederhana itu ternyata milik keluarga Bripda Putri yang sehari-hari bekerja di staf bagian perencanaan Polres Magelang.
Putri, panggilan akrab polwan tersebut, hidup dengan sederhana dan kurang layak dibandingkan dengan rekan-rekan seprofesinya.
Ayah Putri, Tobi’i (48) bekerja sebagai buruh batu bata dengan penghasilan tidak menentu. Sementara, ibunya, Mulyanti (45), bekerja sebagai buruh pabrik di Kabupaten Semarang.
Dengan latar belakang kehidupan yang serba sulit itu, Putri mampu menembus ketatnya persaingan masuk menjadi anggota Korps Bhayangkara. Tentu saja, ada rasa takut, minder dan juga cemas akan biaya tinggi di awalnya.
Alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Satyapratama Salaman ini, awalnya hanya bercita-cita sebagai buruh pabrik di PT Sanyo, Cimanggis.
Dia juga memiliki tekad, saat merantau di luar Jawa Tengah, bisa sembari meneruskan kuliah.

Siang itu, terik matahari menyengat tubuh sejumlah polisi yang bertandang ke sebuah rumah berdinding gedek (anyaman bambu) dan masih berlantai tanah di Dusun Dilem RT 12 RW 3, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Rumah sederhana itu ternyata milik keluarga Bripda Putri yang sehari-hari bekerja di staf bagian perencanaan Polres Magelang.
Putri, panggilan akrab polwan tersebut, hidup dengan sederhana dan kurang layak dibandingkan dengan rekan-rekan seprofesinya.
Ayah Putri, Tobi’i (48) bekerja sebagai buruh batu bata dengan penghasilan tidak menentu. Sementara, ibunya, Mulyanti (45), bekerja sebagai buruh pabrik di Kabupaten Semarang.
Dengan latar belakang kehidupan yang serba sulit itu, Putri mampu menembus ketatnya persaingan masuk menjadi anggota Korps Bhayangkara. Tentu saja, ada rasa takut, minder dan juga cemas akan biaya tinggi di awalnya.
Alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Satyapratama Salaman ini, awalnya hanya bercita-cita sebagai buruh pabrik di PT Sanyo, Cimanggis.
Dia juga memiliki tekad, saat merantau di luar Jawa Tengah, bisa sembari meneruskan kuliah.
Kakak sulung dari Dea Tanti Safitri (15), Aqsal Adi Wasiqo (13), Udini Istantina (11) ini, akhirnya memperoleh kabar tentang pembukaan polwan. Dia pun mengubur dalam-dalam impiannya untuk bekerja langsung sembari kuliah. Meskipun, dia juga takut pada polisi saat itu.
Putri pun tergolong sebagai gadis yang pandai, dia sempat meraih nilai 100 di dalam Ujian Nasional (UN) Matematika dan mendapatkan beasiswa dari Pemkab Magelang.
Saat ini, dia bisa membantu untuk kehidupan dan sekolah tiga adiknya, serta bisa membiayai kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) jurusan Hukum.
Tobi’i, ayah Putri mengaku bangga dengan apa yang diraih putrinya ini. Dia juga berharap agar Putri bisa menjalani profesinya dengan jujur, tanggung jawab dan disiplin.
“Saya hanya doa dan puasa agar anak saya bisa berhasil. Menjunjung derajat orangtuanya dan bisa bekerja dengan tekun,” ujarnya.
