Jokowi dan Gubernur NTT akan Digugat Karena Gizi Buruk yang Dialami Ribuan Balita di NTT
http://liputan-69.blogspot.com/2015/06/jokowi-dan-gubernur-ntt-akan-digugat.html
Presiden Joko Widodo dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya bakal digugat oleh sejumlah advokat NTT di Kupang dan Jakarta, lantaran sebanyak1.918 balita di NTT menderita gizi buruk.
“Sejumlah advokat NTT di Kupang dan Jakarta, akan mengajukan gugatan secara class action kepada Gubernur NTT dan Bupati, bahkan sampai kepada Presiden Jokowi, atas tidak adanya perbaikan dan perubahan terhadap kondisi gizi buruk di NTT,” kata koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, seperti dilansir Kompas.com Sabtu (27/6/2015).
Menurut Selestinus, Gubernur NTT Frans Leburaya bisa digugat dalam perbuatan melawan hukum karena selama 15 tahun dalam memimpin Provinsi NTT telah lalai mengatasi keadaan busung lapar atau gizi buruk yang menimpa ribuan atau puluhan ribu balita NTT selama 15 tahun.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya dianggap lalai, lanjut Selestinus, karena APBD yang setiap tahun dianggarkan untuk bidang kesehatan dan kesejahteraan rakyat diduga diselewengkan.
Selain itu, ada dana bantuan pemerintah pusat melalui dana bantuan sosial (Bansos) pemerintah provinsi NTT, penggunaannya diselewengkan sehingga masyarakat NTT di tiga Kabupaten yakni Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Sumba Barat Daya (SBD), mengalami kelaparan akut dan gizi buruk atau busung lapar.
“Gubernur Frans Lebu Raya dan bupati-bupati, sepertinya tidak punya tanggung jawab moral, hukum dan sosial, bahkan tidak punya rasa malu kepada masyarakat dan dunia luar, atas makin besarnya angka jumlah korban gizi buruk dan busung lapar yang kian membengkak,” kata Selestinus.
Selestinus mengatakan, sejumlah media massa di Jakarta, dalam minggu ini menempatkan berita gizi buruk dan busung lapar balita NTT dengan jumlah yang mencengangkan, sebagai akibat pemerintah lalai atau abaikan kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Padahal kata dia, dana bansos yang berdasarkan LHP-BPK-RI-NTT, terdapat temuan penyimpangan secara spektakular yang diduga dilakukan oleh Gubernur NTT Frans Lebu Raya.
“Sebagai putra daerah NTT di perantauan, kita prihatin dan merasa malu, ketika membaca berita tentang ribuan balita NTT mengalami busung lapar dan gizi buruk, bahkan puluhan bayi sudah meninggal. Karena itu momentum kelalaian pemerintah provinsi NTT mengatasi kondisi busung lapar dan gizi buruk balita di NTT, selain digugat secara perdata oleh sejumlah advokat TPDI dan Save NTT, juga akan meminta KPK mengusut dugaan korupsi Gubernur Frans Lebu Raya terkait dengan LHP-BPK RI-NTT,” kata Selestinus.
Dalam LHP-BPK RI-NTT tersebut kata Selestinus, jelas telah mengungkap bukti-bukti penyimpangan dan penyalahgunaan dana bansos NTT, yang tidak diperuntukan bagi rakyat miskin yang membutuhkan, tetapi oleh Gubernur NTT, digunakan untuk kepentingan lain di luar tujuan peruntukan dana bansos, termasuk ongkos-ongkos politik dan sebagainya.
“Antara peristiwa busung lapar dan gizi buruk yang terus menerus dialami oleh balita NTT pada setiap tahun hingga sekarang, memiliki kaitan langsung dengan penggunaan dana bansos yang tidak sesuai dengan peruntukannya oleh Gubernur Frans Lebu Raya dan bupati-bupati di NTT,” tegas Selestinus.
Karena itu, lanjutnya, kini saatnya masyarakat NTT menyatukan langkah melawan pemerintah provinsi dan Kabupaten di NTT, yang tidak kapok-kapok menyalahgunakan wewenang, terutama dalam membelokan anggaran dana bansos dari yang diperuntukan bagi perbaikan gizi buruk balita NTT, sampai pada urusan pencitraan dan untuk memperkaya diri.
Selestinus juga meminta KPK segera membuka penyidikan kasus dugaan korupsi dana bansos NTT sehingga dalam waktu dekat, TPDI dan SAVE NTT akan melengkapi bukti-bukti, sekaligus memperbaharui laporan dugaan korupsi dana bansos NTT, ke KPK sekaligus mendesak KPK mempercepat penyidikannya.
“Sejumlah advokat NTT di Kupang dan Jakarta, akan mengajukan gugatan secara class action kepada Gubernur NTT dan Bupati, bahkan sampai kepada Presiden Jokowi, atas tidak adanya perbaikan dan perubahan terhadap kondisi gizi buruk di NTT,” kata koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, seperti dilansir Kompas.com Sabtu (27/6/2015).
Menurut Selestinus, Gubernur NTT Frans Leburaya bisa digugat dalam perbuatan melawan hukum karena selama 15 tahun dalam memimpin Provinsi NTT telah lalai mengatasi keadaan busung lapar atau gizi buruk yang menimpa ribuan atau puluhan ribu balita NTT selama 15 tahun.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya dianggap lalai, lanjut Selestinus, karena APBD yang setiap tahun dianggarkan untuk bidang kesehatan dan kesejahteraan rakyat diduga diselewengkan.
Selain itu, ada dana bantuan pemerintah pusat melalui dana bantuan sosial (Bansos) pemerintah provinsi NTT, penggunaannya diselewengkan sehingga masyarakat NTT di tiga Kabupaten yakni Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Sumba Barat Daya (SBD), mengalami kelaparan akut dan gizi buruk atau busung lapar.
“Gubernur Frans Lebu Raya dan bupati-bupati, sepertinya tidak punya tanggung jawab moral, hukum dan sosial, bahkan tidak punya rasa malu kepada masyarakat dan dunia luar, atas makin besarnya angka jumlah korban gizi buruk dan busung lapar yang kian membengkak,” kata Selestinus.
Selestinus mengatakan, sejumlah media massa di Jakarta, dalam minggu ini menempatkan berita gizi buruk dan busung lapar balita NTT dengan jumlah yang mencengangkan, sebagai akibat pemerintah lalai atau abaikan kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Padahal kata dia, dana bansos yang berdasarkan LHP-BPK-RI-NTT, terdapat temuan penyimpangan secara spektakular yang diduga dilakukan oleh Gubernur NTT Frans Lebu Raya.
“Sebagai putra daerah NTT di perantauan, kita prihatin dan merasa malu, ketika membaca berita tentang ribuan balita NTT mengalami busung lapar dan gizi buruk, bahkan puluhan bayi sudah meninggal. Karena itu momentum kelalaian pemerintah provinsi NTT mengatasi kondisi busung lapar dan gizi buruk balita di NTT, selain digugat secara perdata oleh sejumlah advokat TPDI dan Save NTT, juga akan meminta KPK mengusut dugaan korupsi Gubernur Frans Lebu Raya terkait dengan LHP-BPK RI-NTT,” kata Selestinus.
Dalam LHP-BPK RI-NTT tersebut kata Selestinus, jelas telah mengungkap bukti-bukti penyimpangan dan penyalahgunaan dana bansos NTT, yang tidak diperuntukan bagi rakyat miskin yang membutuhkan, tetapi oleh Gubernur NTT, digunakan untuk kepentingan lain di luar tujuan peruntukan dana bansos, termasuk ongkos-ongkos politik dan sebagainya.
“Antara peristiwa busung lapar dan gizi buruk yang terus menerus dialami oleh balita NTT pada setiap tahun hingga sekarang, memiliki kaitan langsung dengan penggunaan dana bansos yang tidak sesuai dengan peruntukannya oleh Gubernur Frans Lebu Raya dan bupati-bupati di NTT,” tegas Selestinus.
Karena itu, lanjutnya, kini saatnya masyarakat NTT menyatukan langkah melawan pemerintah provinsi dan Kabupaten di NTT, yang tidak kapok-kapok menyalahgunakan wewenang, terutama dalam membelokan anggaran dana bansos dari yang diperuntukan bagi perbaikan gizi buruk balita NTT, sampai pada urusan pencitraan dan untuk memperkaya diri.
Selestinus juga meminta KPK segera membuka penyidikan kasus dugaan korupsi dana bansos NTT sehingga dalam waktu dekat, TPDI dan SAVE NTT akan melengkapi bukti-bukti, sekaligus memperbaharui laporan dugaan korupsi dana bansos NTT, ke KPK sekaligus mendesak KPK mempercepat penyidikannya.