1657408484514812

Kilas Sejarah Pembentukan BKR Laut, Cikal Bakal TNI AL



Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) memiliki sejarah panjang dalam perjalanannya hingga kini menjadi salah satu kekuatan besar TNI dalam menjaga kedaulatan NKRI.


TNI Angkatan Laut memiliki slogan "Jalesveva Jayamahe" atau seringkali diterjemahkan dengan kalimat "Di Lautan Kita Jaya". Tahun 2015 ini genap berusia 70 tahun sama seperti usia HUT kemerdekaan RI.

Bila melihat sejarah panjang ke belakang, bukan perkara mudah bagi para pionir gerilyawan laut membangun kekuatan terhadap superiornya armada laut lawan, baik itu Inggris maupun Belanda di masa revolusi.

Seiring seruan didirikannya Badan Keamanan Rakyat (BKR), kekuatan laut turut dibangun pada 10 September 1945. BKR Laut inilah yang di kemudian hari merupakan embrio atau cikal-bakal TNI AL yang kita kenal saat ini.

BKR Laut dibentuk oleh Laksamana Mas Pardi, yang kemudian memegang komando (KSAL) pertama dengan dibantu Raden Eddy Martadinata.

Di sejumlah daerah pun dibentuk BKR Laut, baik di Banten, Tegal, Semarang, Surabaya dan Pasuruan untuk di Pulau Jawa, serta BKR Laut Sibolga, Belawan (Medan), Pariaman, Palembang dan Tanjung Karang di pulau Sumatera.

Para personel direkrut dari para veteran dan bekas Koninklijke Marine (Angkatan Laut Belanda), Kaigun Heiho (Heiho AL Jepang), maupun para buruh pelabuhan.

Soal alutsista, tentu masih memprihatinkan lantaran hanya bisa mendayagunakan peninggalan Jepang, baik itu boat (perahu), senjata, maupun perlengkapan dan peralatan pangkalan.
           
Sebutan BKR mulai
dihilangkan, seiring keluarnya Maklumat Pemerintah pada 5 Oktober 1945, di mana BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

BKR Laut pun berubah nama jadi TKR Laut, kendati di beberapa daerah pergantian jadi TKR Laut baru efektif terjadi sebulan berikutnya.

Sebutan-sebutan lain sempat pula jadi bagian sejarah TNI AL, mulai dari Tentara Republik Indonesia (TRI) Laut, hingga Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).

Banyak dari anggota ALRI yang justru tidak ditempatkan di atas kapal-kapal perang yang memang tak dimiliki pada saat itu. Mereka banyak yang diberdayakan ikut perang darat, hingga muncul sebutan “ALRI Gunung”.

Alutsista yang lumayan mumpuni baru bisa didapat, pasca pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda pada 1949, di mana ALRI menerima sejumlah kapal perang.

Sejak saat itu hingga tahun 1960an, ALRI jadi kekuatan yang ditakuti sejumlah negara tetangga. Dengan kekuatan kapal Perusak Berat seperti KRI Irian, sejumlah fregat, kapal selam, serta tank amfibi PT-76, membuat ALRI disebut sebagai “gladiator” laut terbesar se-Asia.






Militer 1766714698045115716

Posting Komentar

Beranda item

Terkini