Beli Token Listrik Prabayar Rp 100 ribu Dapat 70 Ribu? Ini Penjelasan Dirut PLN
http://liputan-69.blogspot.com/2015/09/beli-token-listrik-prabayar-rp-100-ribu.html
Sofyan Basyir, Direktur Utama PT PLN (Persero) memberi penjelasan terkait simpang siurnya informasi voucher listrik prabayar PLN / token yang belakangan ramai dipermasalahkan dan banyak dipertanyakan kenapa beli Rp 100 ribu dapetnya Rp 70 ribu.
Sofyan menilai ada pemahaman yang keliru terkait struk listrik prabayar.
"Diperkirakan masyarakat keliru memahami bahwa yang tercantum dalam struk adalah rupiah, padahal yang tercantum dalam listrik yang diperoleh adalah 'kWh', bukan 'rupiah' seperti halnya topup pulsa handphone," kata Sofyan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Sofyan memaparkan, misalnya masyarakat pelanggan golongan 1.300 VA, membeli token listrik sebesar Rp 100 ribu dan biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp 1.600, sehingga biaya pembelian listrik sebesar Rp 98.400.
"Sementara biaya pembelian listrik itu dikurangi biaya pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar Rp 2.306 sehingga menjadi Rp 96.094," tuturnya.
Dengan Rp 96.094, kata Sofyan, pelanggan listrik 1.300 VA (tarif tenaga listrik 1.300 sebesar Rp1.352 per kWh) akan mendapatkan listrik sebesar 71,08 kWh.
Sofyan mengatakan besaran 71,08 kWh inilah yang akan di-input ke meteran listrik lewat token 20 digit dan yang akan bertambah pada meteran adalah kWh, bukan rupiah.
"Dugaan keluhan beli Rp 100 ribu mendapat listrik Rp 70 ribu hanyalah karena miss persepsi," ujarnya.
Sofyan menilai angka 70-an yang ada diperoleh di struk pembelian listrik sama dengan angka Rp 70 ribu, padahal yang sebenarnya adalah angka kWh yang didapat dari pembelian listrik.
"Seolah-olah ada mafia yang mengambil Rp 30 ribu," tandasnya seperti diberitakan Tribunnews.com Senin (0809/2015)
Sofyan menilai ada pemahaman yang keliru terkait struk listrik prabayar.
"Diperkirakan masyarakat keliru memahami bahwa yang tercantum dalam struk adalah rupiah, padahal yang tercantum dalam listrik yang diperoleh adalah 'kWh', bukan 'rupiah' seperti halnya topup pulsa handphone," kata Sofyan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Sofyan memaparkan, misalnya masyarakat pelanggan golongan 1.300 VA, membeli token listrik sebesar Rp 100 ribu dan biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp 1.600, sehingga biaya pembelian listrik sebesar Rp 98.400.
"Sementara biaya pembelian listrik itu dikurangi biaya pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar Rp 2.306 sehingga menjadi Rp 96.094," tuturnya.
Dengan Rp 96.094, kata Sofyan, pelanggan listrik 1.300 VA (tarif tenaga listrik 1.300 sebesar Rp1.352 per kWh) akan mendapatkan listrik sebesar 71,08 kWh.
Sofyan mengatakan besaran 71,08 kWh inilah yang akan di-input ke meteran listrik lewat token 20 digit dan yang akan bertambah pada meteran adalah kWh, bukan rupiah.
"Dugaan keluhan beli Rp 100 ribu mendapat listrik Rp 70 ribu hanyalah karena miss persepsi," ujarnya.
Sofyan menilai angka 70-an yang ada diperoleh di struk pembelian listrik sama dengan angka Rp 70 ribu, padahal yang sebenarnya adalah angka kWh yang didapat dari pembelian listrik.
"Seolah-olah ada mafia yang mengambil Rp 30 ribu," tandasnya seperti diberitakan Tribunnews.com Senin (0809/2015)