1657408484514812

DPR: Gara-gara Jokowi, Pencairan JHT BPJS Mundur dari 5 Tahun jadi 10 Tahun


Perubahan batas waktu pencairan program Jaminan Hari Tua (JHT) dari 5 tahun menjadi 10 tahun karena besaran premi yang terlalu kecil hanya 3 persen dari gaji pokok peserta setiap bulannya. DPR menegaskan penetapan besaran premi itu ditetapkan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi), tanpa campur tangan lembaga legislatif.

"(Besaran premi 3 persen) Ini bukan disepakati oleh menteri Tenaga Kerja, BPJS, tapi oleh Presiden (Jokowi), karena opsi itu telah diberikan oleh Presiden," kata Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf, di Jakarta, Kamis (7/2/2015).

Dede menjelaskan pada awalnya Menteri Tenaga Kerja, BPJS, dan Komisi IX mensepakati biaya premi idealnya sebesar 8 persen. Namun, lanjut dia, DPR akhirnya memberikan
opsi kepada Presiden untuk ditentukan besaran premi antara 3 persen, 5 persen, dan 8 persen.

"Artinya kalau 3 persen maka program BPJS yang dipresentasikan kepada kita dengan manfaat sekian tahun, besarnya berapa, pasti mengecil kan. Karena faktor itulah maka ada perubahan peraturan," tutur mantan bintang film laga itu.

BPJS Ketenagakerjaan mengubah syarat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) jadi 10 tahun. Syarat lainnya adalah pencairan sebelum umur 56 tahun hanya 10 persen dari total saldo. Peserta juga bisa mengambil 30 persen dari JHT untuk pembiayaan perumahan. Aturan baru ini berlaku sejak Jamsostek resmi bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan kemarin atau per 1 Juli 2015.

Perubahan ini memicu kemarahan para peserta yang gagal mencairkan dana JHT mereka. Sejumlah kantor BPJS menjadi sasaran pelampiasan kekesalan mereka. Bahkan, beredar petisi di media sosial yang mengajak publik menekan pemerintah membatalkan kebijakan yang tidak populis ini.






BPJS 1166136836419025055
Beranda item