Indonesia Kebanyakan Utang, Bisa Bangkrut Seperti Yunani
https://liputan-69.blogspot.com/2015/09/indonesia-kebanyakan-utang-bisa.html
Jika pemerintah terus-terusan utang, bukan tidak mungkin negara Indonesia akan bangkrut seperti Yunani. Oleh karenanya, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menyatakan, pemerintahan Jokowi tidak ingin terlilit utang yang terlalu besar. Menkeu sendiri berharap Indonesia bisa mencontoh Jepang dalam ‘cerdas berutang’.

Isu utang pada pihak luar negeri dalam perjalanan setahun awal pemerintahan Jokowi sangat santer. Di luar pro kontra mengenai hal ini, Menkeu menegaskan bahwa pemerintah tidak gegabah dalam berutang. Dikutip oleh Liputan6.com ia menyebut, “Kami tidak mau terjebak utang terlalu besar untuk APBN. Kemudahan berutang bisa berisiko seperti Yunani.”
Yunani kini bangkrut karena kesalahannya dalam berutang di masa lalu. Begitu mudahnya negara
tersebut dalam mencari sumber utang, membuat mereka abai. Bambang mengatakan, “Kalau (sebuah negara) keenakan berutang, ketika ada gejolak global, (negara) tidak siap membayar utang karena yield jadi tinggi.”
Bambang sendiri memiliki konsep untuk menjadikan rakyat sebagai sumber utang Indonesia. Ia mencontohkan yang terjadi di Jepang. Warna negara negara tersebut, mendominasi kepemilikan surat utang yang mencapai 91 persen. Pihak asing hanya mendapatkan 9 persen.
Ini berbeda dengan Indonesia. Saat ini warga dalam mengeri hanya memiliki 62 persen, sementara komposisi kepemilikan pihak asing di negara ini mencapai angka 38 persen.
Bambang menyebut, “Pembiayaan yang ideal adalah, tidak apa-apa persentase (utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto) jumlahnya besar, sejauh yang membayar adalah masyarakatnya sendiri. Kita perlu terus memperkuat basis domestik supaya suatu saat utang kita adalah utang yang risikonya makin kecil karena yang membeli adalah masyarakat sendiri.”
Bambang sendiri memiliki konsep untuk menjadikan rakyat sebagai sumber utang Indonesia. Ia mencontohkan yang terjadi di Jepang. Warna negara negara tersebut, mendominasi kepemilikan surat utang yang mencapai 91 persen. Pihak asing hanya mendapatkan 9 persen.
Ini berbeda dengan Indonesia. Saat ini warga dalam mengeri hanya memiliki 62 persen, sementara komposisi kepemilikan pihak asing di negara ini mencapai angka 38 persen.
Bambang menyebut, “Pembiayaan yang ideal adalah, tidak apa-apa persentase (utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto) jumlahnya besar, sejauh yang membayar adalah masyarakatnya sendiri. Kita perlu terus memperkuat basis domestik supaya suatu saat utang kita adalah utang yang risikonya makin kecil karena yang membeli adalah masyarakat sendiri.”