Miris! Kelaparan, Warga NTT Terpaksa Makan Ubi Beracun
https://liputan-69.blogspot.com/2015/10/miris-kelaparan-warga-ntt-terpaksa.html
Sebuah fakta mengungkapkan bahwa banyak warga NTT yang masih masuk kategori miskin. Salah satu indikator yang membuat hati miris adalah ketika rakyatnya harus mengkomsumsi ubi beracun agar tidak kelaparan. Mereka harus bertarung dengan maut, sebab jika ubi ini salah olah maka maut sudah dekat menjemput mereka.
Sekurang-kurang 130 jiwa di dusun ini yang tergabung dalam 24 kepala Keluarga saat ini menggantungkan harapan kepada iwi, sejenis umbi hutan yang mengandung racun untuk diolah menjadi bahan makanan karena persediaan jagung maupun singkong mereka tidak lagi mencukupi akibat gagal panen.
Kelaparan memang selalu terjadi tiap tahun di NTT, karena setiap memasuki bulan oktober hingga november puncak paceklik sudah terjadi. Tidak hanya ancaman kekeringan yang berdampak pada sulitnya mendapatkan air minum, tapi pakan atau persediaan makanan pun pada saat itu sudah krisis.
Satu-satunya harapan mereka adalah bantuan dari pemerintah. Jika hanya bantuan yang diharapkan setiap tahun pada saat ancaman kelaparan maka Pemerintah boleh dibilang telah gagal dalam memberdayakan
![]() |
Warga dusun Katiku Luku sedang mengupas dan mengiris uwi untuk dijadikan bahan pangan. [Foto: Ignas Kunda/Satutimor.com] |
Sekurang-kurang 130 jiwa di dusun ini yang tergabung dalam 24 kepala Keluarga saat ini menggantungkan harapan kepada iwi, sejenis umbi hutan yang mengandung racun untuk diolah menjadi bahan makanan karena persediaan jagung maupun singkong mereka tidak lagi mencukupi akibat gagal panen.
Kelaparan memang selalu terjadi tiap tahun di NTT, karena setiap memasuki bulan oktober hingga november puncak paceklik sudah terjadi. Tidak hanya ancaman kekeringan yang berdampak pada sulitnya mendapatkan air minum, tapi pakan atau persediaan makanan pun pada saat itu sudah krisis.
Satu-satunya harapan mereka adalah bantuan dari pemerintah. Jika hanya bantuan yang diharapkan setiap tahun pada saat ancaman kelaparan maka Pemerintah boleh dibilang telah gagal dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat sehingga mereka bisa terlepas dari ancaman rawan pangan.
“Iwi sudah menjadi makanan pada saat kelaparan, sebab tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Jadi satu-satunya cara untuk mendapatkan makanan kami harus masuk ke hutan mencari iwi,” kata Luha Ratumana kepada wartawan di Desa Tanah Manang, Kecamatan Panguha Lodu.
Menurutnya, tidak semua orang bisa mengolah iwi menjadi bahan makanan yang layak dikomsumsi, sebab kalau salah mengolah, maka bisa mengancam nyawa akibat racun yang terdapat didalam iwi.
“Butuh waktu lama prosesnya, biasanya dibiarkan dulu dalam air sungai atau kali, kemudian dipotong kecil lalu dijemur. Kalau sudah kering kemudian ditumbuk menjadi halus lalu dimasak,” paparnya.
Anggota DPRD NTT, Jefri Un Banunaek yang dimintai pendapatnya terkait kasus ini mengatakan, kelaparan yang terjadi di pulau Sumba khususnya di Kabupaten Sumba Timur merupakan warning bagi pemerintah NTT maupun para Bupati. Sebab dengan berulang tiap tahunnya ancaman kelaparan membuktikan bahwa pemerintah telah gagal bagaimana menyiapkan pangan bagi masyarakat.
“Salah satu tugas pemerintah adalah bagaimana menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif bagi masyarakat sehingga ancaman rawan pangan tidak terjadi. Kelaparan yang terjadi tidak hanya di Sumba, banyak tempat lain yang juga sama tapi tidak terekspos oleh media,” kata anggota DPRD asal TTS ini. (seputar-ntt.com/satutimor.com)
“Iwi sudah menjadi makanan pada saat kelaparan, sebab tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Jadi satu-satunya cara untuk mendapatkan makanan kami harus masuk ke hutan mencari iwi,” kata Luha Ratumana kepada wartawan di Desa Tanah Manang, Kecamatan Panguha Lodu.
Menurutnya, tidak semua orang bisa mengolah iwi menjadi bahan makanan yang layak dikomsumsi, sebab kalau salah mengolah, maka bisa mengancam nyawa akibat racun yang terdapat didalam iwi.
“Butuh waktu lama prosesnya, biasanya dibiarkan dulu dalam air sungai atau kali, kemudian dipotong kecil lalu dijemur. Kalau sudah kering kemudian ditumbuk menjadi halus lalu dimasak,” paparnya.
Anggota DPRD NTT, Jefri Un Banunaek yang dimintai pendapatnya terkait kasus ini mengatakan, kelaparan yang terjadi di pulau Sumba khususnya di Kabupaten Sumba Timur merupakan warning bagi pemerintah NTT maupun para Bupati. Sebab dengan berulang tiap tahunnya ancaman kelaparan membuktikan bahwa pemerintah telah gagal bagaimana menyiapkan pangan bagi masyarakat.
“Salah satu tugas pemerintah adalah bagaimana menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif bagi masyarakat sehingga ancaman rawan pangan tidak terjadi. Kelaparan yang terjadi tidak hanya di Sumba, banyak tempat lain yang juga sama tapi tidak terekspos oleh media,” kata anggota DPRD asal TTS ini. (seputar-ntt.com/satutimor.com)