DPR Kritik Pemberian Amnesti Pemerintah Jokowi pada Din Minimi
https://liputan-69.blogspot.com/2016/02/dpr-kritik-pemberian-amnesti-pemerintah.html
Sejumlah anggota DPR mengkritisi rencana pemerintah Jokowi memberikan amnesti (pengampunan) bagi kelompok Nurdin bin Ismail alias Din Minimi. Salah satunya adalah Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI Benny K Harman. Dia mengkritisi penjelasan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan terkait dampak positif pemberian amnesti ke kelompok Din Minimi.
"Untuk mencari muka di mata internasional, pemerintah bisa menyelesaikan konflik tanpa kekerasan? Jadi menyelesaikan hal-hal yang harusnya menyelesaikan masalah, malah bikin masalah?" kata Benny K Harman di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (15/2).
Luhut sebelumnya mengatakan pemberian amnesti bagi kelompok Din Minimi dapat memberi nilai positif bagi pemerintah Indonesia karena dapat menyelesaikan konflik bersenjata tanpa kekerasan dengan mengedepankan HAM.
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja gabungan pemerintah bersama Komisi Hukum dan Komisi Pertahanan DPR RI. Hadir pula Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Torry Djohar, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Jaksa Agung M. Prasetyo.
Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil menuturkan berdasarkan Perpres nomor 22 tahun 2005 sulit ada celah hukum memberi amnesti atau abolisi kepada gerombolan bersenjata seperti Din Minimi. Berdasarkan rapat dengar pendapat bersama Panglima

"Untuk mencari muka di mata internasional, pemerintah bisa menyelesaikan konflik tanpa kekerasan? Jadi menyelesaikan hal-hal yang harusnya menyelesaikan masalah, malah bikin masalah?" kata Benny K Harman di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (15/2).
Luhut sebelumnya mengatakan pemberian amnesti bagi kelompok Din Minimi dapat memberi nilai positif bagi pemerintah Indonesia karena dapat menyelesaikan konflik bersenjata tanpa kekerasan dengan mengedepankan HAM.
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja gabungan pemerintah bersama Komisi Hukum dan Komisi Pertahanan DPR RI. Hadir pula Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Torry Djohar, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Jaksa Agung M. Prasetyo.
Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil menuturkan berdasarkan Perpres nomor 22 tahun 2005 sulit ada celah hukum memberi amnesti atau abolisi kepada gerombolan bersenjata seperti Din Minimi. Berdasarkan rapat dengar pendapat bersama Panglima
Kodam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh pada Maret 2015 lalu, Din Minimi disebut sebagai kelompok kriminal.
Dia menjelaskan ada desakan di Aceh untuk tidak memberi amnesti pada Din Minimi sehingga pemerintah harus berhati-hati. "Dan saat itu kami minta agar polisi dan TNI bisa kerja sama untuk lumpuhkan gerakan itu di lapangan," ucap Nasir Jamil.
Kritik juga disampaikan Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR RI Tubagus Hasanudin. Dia mengatakan Din Minimi termasuk kelompok yang terlibat kejahatan setelah tanggal berlakunya Peraturan Presiden nomor 22 tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi.
"Jadi amnesti tidak bisa diberlakukan bagi mereka yang terlibat dalam gerakan Aceh Merdeka dengan menggunakan senjata," tutur Tubagus Hasanudin.
Din Minimi merupakan mantan kombatan GAM. Dia menyerahkan diri ke Badan Intelijen Negara pada 19 Desember 2015. Keputusan Din untuk gantung senjata diinisiasi Badan Intelijen Negara dan negosiator berkewarganegaraan Finlandia dari lembaga Pacta Sunt Servanda, Juha Christensen.
Anggota Komisi Pertahanan DPR Supiadin Aries Saputra meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pemberian amnesti ke Din Minimi. Dia mengatakan pasca penanda tanganan perjanjian Helsinki, ada enam bekas anggota GAM yang tidak mendapatkan amnesti.
"Jadi kalau Din Minimi diberikan amnesti, nanti bisa akan ada protes," ucap Supiadin. (CNN Indonesia)
Dia menjelaskan ada desakan di Aceh untuk tidak memberi amnesti pada Din Minimi sehingga pemerintah harus berhati-hati. "Dan saat itu kami minta agar polisi dan TNI bisa kerja sama untuk lumpuhkan gerakan itu di lapangan," ucap Nasir Jamil.
Kritik juga disampaikan Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR RI Tubagus Hasanudin. Dia mengatakan Din Minimi termasuk kelompok yang terlibat kejahatan setelah tanggal berlakunya Peraturan Presiden nomor 22 tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi.
"Jadi amnesti tidak bisa diberlakukan bagi mereka yang terlibat dalam gerakan Aceh Merdeka dengan menggunakan senjata," tutur Tubagus Hasanudin.
Din Minimi merupakan mantan kombatan GAM. Dia menyerahkan diri ke Badan Intelijen Negara pada 19 Desember 2015. Keputusan Din untuk gantung senjata diinisiasi Badan Intelijen Negara dan negosiator berkewarganegaraan Finlandia dari lembaga Pacta Sunt Servanda, Juha Christensen.
Anggota Komisi Pertahanan DPR Supiadin Aries Saputra meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pemberian amnesti ke Din Minimi. Dia mengatakan pasca penanda tanganan perjanjian Helsinki, ada enam bekas anggota GAM yang tidak mendapatkan amnesti.
"Jadi kalau Din Minimi diberikan amnesti, nanti bisa akan ada protes," ucap Supiadin. (CNN Indonesia)